pendaftaran tanah
HUKUM PERTANAHAN
Pendaftaran Tanah
Pembebasan dan Pencabutan Hak atas
Tanah
DOSEN :
IFA MUTIATUL CHOIROH SH, M.KN.
Oleh :
Nur Makrufah (C32210090)
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2012
KATA PENGANTAR
Maha
besar Allah dengan segala firman-Nya yang telah menurunkan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya kepada seluruh penjuru alam semesta sehingga atas izinnya lah
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Sholawat
dan salam sejahtera selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi muhammad SAW
beserta ahlul baitnya semoga syafa’at beliau kelak aku datang pada kita di hari
kiamat nanti. Amin.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak beberapa kelemahan dan
kekurangan yang tidak layak dipublikasikan ke khalayak umum, dikarenakan
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak lepas dari khilaf. Untuk
itu penulis sangat menanti dan berharap kritik dan saran dan pembaca budiman
dan tegur sapanya, semoga kelak penulis bisa menyajikan karya-karya yang lebih
movatif, berdedikasi, edukasi, dan bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 17 April 2012
Penulis,
Daftar Isi
Cover..................................................................................................................................
Kata
Pengantar....................................................................................................................
Daftar
Isi.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
- Latar
belakang.........................................................................................................
- Rumusan
Masalah....................................................................................................
- Tujuan......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Pendaftaran
Tanah...................................................................................................
1.1.1
Tujuan Pendaftaran
Tanah..........................................................................
1.1.2
Sistem Pendaftaran
Tanah...........................................................................
1.1.3
Peraturan Pelaksanaan Pendaftaran
Tanah.................................................
1.2 Pembebasan dan Pencabutan Hak atas
Tanah
1.2.1
Pembebasan Hak atas
Tanah.......................................................................
1.2.2
Pencabutan Hak atas Tanah..........................................................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pendaftaran Tanah telah menjadi
bagian darikehidupan masyarakat, karena pendaftran tanah sangat erat kaitanya
dengan “pengamanan” aset atau kekayaan berupa tanah dari setiap orang atau
badan hukum yang memilikinya, karena dengan memahami arti dan fungsi
pendaftaran tanahnya, maka akan diperoleh beberapa manfaat baik dari segi hukum
maupun dari sudut ekonomi.
Sebab dengan terdaftarnya suatu
bidang tanah yang produknya berupa sertifikat tanah, maka dokumen negara itu
dapat dijadikan bukti yang kuat tentang kepemilikan bidang tanah tersebut dan
Negara memberikan jaminan akan kepastian hukum dari setiap penguasaan dan
penggunaan tanah dimaksud, bahkan sertifikat tanah tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai sumber kemakmuran dengan menjadikanya sebagai agunan atau jaminandalam
mempeoleh kredit dari lembaga perbankan.
- Rumusan Masalah
- Apa Tujuan dan Sistem Pendaftaran Tanah?
- Bagaimana Peraturan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah?
- Bagaimana Pembebasan dan Pencabutan Hak atas Tanah?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Pendaftaran
Tanah
Tanah
mempunyai arti yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Mengingat bahwa
negara Republik Indonesia masih merupakan suatu negara agraris, dimana susunan
kehidupan sebagian besar rakyat (± 70 %) termasuk perekonomianya masih bercorak
agraris. Berdasarkan jalan pemikiran tersebut agar tanah itu digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, maka tanah itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat (pasal 33(3) UUD ’45 jo pasal 2 (1) UUPA No. 5/1960). Istilah “dikuasai”
pada pasal 33(3) UUD ’45 dan pasal 2 (1) UUPA itu bukanlah berarti “dimiliki”,
tetapi berarti bahwa negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa kekuasaan
dari bangsa Indonesia diberi wewenang untuk mengatur segala sesuatu yang
berkenaan dengan tanah.
Berdasarkan
peraturan undang-undang yang berlaku, baik pada waktu pemerintahan Hindia
Belanda dahulu ataupun setelah kemerdekaan, maka semua tanah yang ada dalam
wilayah negeri R.I harus terdaftar, bahkan pasa UUPA No. 5/1960 memberikan
sanksi terhadap mereka yang lalaikan.[1]
1.1.1
Tujuan Pendaftaran Tanah
Pada
pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa pendaftaran tanah bertuan tunggal yaitu
untuk menjamin kepatian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan
kegiatan pendaftaran anah merupakan kewajiban dari pemerintah bertujuan
menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster, rechtscadaster
artinya untuk kepentingan pedaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan
haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti
perpajakan.[2]
Pendaftaran
tanah selain berfungsi untuk melindungi si pemilik, juga berfungsi untuk
mengeahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya,
untuk apa dipergunakan dan sebagainya.[3]
Sesuai
dengan perkembangan yang ada, landasan hukum pendaftaran tanah yang semula
didaftarkan pada peraturan pemerintah No. 10 1961 yang bertujuan tunggal hanya
untuk semata-mata menjamin kepastian hukum disempurnakan dengan perturan
pemeintah No. 24 1997 yakni :
- Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
tanah dan dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
- Untuk
menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
pemerintah agar dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah
terdaftar.
- Untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap bidang tanah
termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah wajib di daftarkan.
1.1.2
Sistem
Pendaftaran Tanah.
- Sistem
Positif.
Sistem
positif diartikan bahwa Apabila orang sebagai subjek hak namanya sudah
terdaftar dalam buku tanah, haknya mempunyai kekuatan yang positif dan
tidak dapat dibantah lagi.
- Sistem
Negatif
Sistem
Negatif diartikan bahwa Apabila orang sebagai subjek hak namanya sudah
terdaftar dalam buku tanah, haknya masih memungkinkan dibantah sepanjang
bantahan-bantahan itu dapat dibuktikan dengan memberikan alat-alat bukti yang
cukup kuat.
Sistem positif
diterapkan diantaranya di Australia dan Thailand sedang di Indonesia diterapkan
sistem negatif dan bantahan-bantahan dilakukan melalui Pengadilan Negeri
setempat. Dalam pendaftaran hak-hak atas tanah dikenal dua stelsel:
- Stelsel
Specialitet atau sistem Spesialitas, ialah bahwa pendaftaran hak atas
tanah (rechtscadaster) itu
memberikan kepastian hukum.
- Stelsel
Openbaarheid atau sistem terbuka, bahwa buku tanah itu terbuka
untuk umum, jadi setiap oraang, apakah ia WNI atau WNA, dapat minta
diperlihatkan buku tanah untuk mengetahui kedudkan sebidang tanah
dan dapat melihat hak-hak apa atau beban-beban apa yang terletak diatas
bidang tanah tersebut.
Praktek administrasi
pendaftaran tanah di Indonesia didasarkan kepada:
- Stelsel
Buku Tanah( Grondboek Stelsel)
- Pendaftaran
Hak (rechtscadaster).
- Sistem
Negatif.[4]
1.1.3
Peraturan
Pelaksanaan.
Pendaftaran Tanah Pada
Era UUPA.
Persoalan
penyelenggaraan pendaftaran tanah megenai tanah-tanah indonesia baru mendapat
penyelesaian prinsipil dengan di undangkanya UUPA ( undang-undang Nomor 5 tahun
1960; LN Nomor 1104) pada tanggal 24 september 1960, yang menetapkan pasal 19
ayat (1) sebagai pelaksanaan peendaftaran tanah di Indonesia.
Selanjutnya dengan
ditetapkanya dalam pasal 19 ayat (1), bahwa pendaftaran tanah itu harus diatur
dalam peraturan pemerintah, maka peraturan pemerintah yang mengatur
penyelenggaraan pendaftaran mendapat landasan yang kuat.
Apa yang dimeksud
dengan pendaftaran tanah menurut pasal 19 ayat (1) UUPA ditegaskan dalam ayat
(2) yang menetapkan ruang lingkup dari kegiatan pendaftaran tanah tersebut,
yakni bahwa pendaftaran tanah itu meliputi:
- Pengukuran,
perpetaan, dan pembukuan tanah.
- Pendaftaran
Hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
- Pemberian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.[5]
Dengan adanya
pasal-pasal yang mengatur pemberian surat taanda bukti hak dan arti pendaftaran
bagi peralihan hak, maka hal-hal yang menyangkut status tanah mendapat landasan
hukum yang kuat.
- Pendaftaran
Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
Sebagai ketentuan
pelaksanaan dari pasal 19 ayaat (1) UUPA, diterbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaaftaran tanah. Penyelenggaraan pendaftaran
tanah yang di bangun oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 meliputi
kadaster dan pendaftaran hak.
Penundaan pendaftaran
hak-hak atas tanah di suatu daerah akan menimbulkan kesulitan bagi pengalihan
hak tanah di daerah itu. Mengingat hal tersebut, UUPA telah menjadikan
pendaftaran tanah sebagai syarat bagi peralihan haak atas tanah. Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 menetapkan ada 2 cara penyelenggaraan
pendaftaran tanah, yaitu:
- Pendaftaran
Tanah Secara Lengkap
Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 pasal 2 ayat (2) dapat diartikan pendaftaran
tanah secara lengkap adalah yang meliputi Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan
tanah( kadesteral) dan pendaftaran hak.
- Pendaftaran
Tanah Secara Tidak Lengkap
Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 pasal 6 ayat (2) dan pasal 18 ayat (1)
dijelaskan bahwa pendaftaran tanah secara tidak lengkap adalah pendaftaran
tanah yang hanya meliputi pendaftaran hak-hak. Dalam ini pembukuan hak-hak
dalam daftar umum dapat dilakukan tanpa pengukuran dan pemetaan bidang tanah
yang menjadi objek hak tersebut, dan kepada pemegang hak diberikan sertifikat
sementara, yaitu surat tanda bukti hak( salinan buku tanah) tanpa surat ukur.
- Pendaftaran
Tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Karena
pemerintah merasa pada peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tidak berhasil
maka pemerintah membuat revisi dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997. Secara garis besar, aspek yang terkandung dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu tentang
cara pendaftaran tanah misalnya pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah
secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek tanah yang belum
didaftarkan dalam suatu wilayah, dengan kata lain ini adalah inisiatif
pemerintaah.
Pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan yang meliputi satu atau objek tanah yang belum didaftarkan dalam
suati wilayah secara individual atau massal, dengan kata lain pendaftaran tanah
dilakukan hanya beberapa pihak yang berkepentingan.
Secara yuridis-teknis
pendaftaran tanah juga terdiri dari pendaftaran untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah. pendaftaran untuk pertama kali adalah
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang
belum terdaftar. Sedangkan pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan
pendaftaran tanah yang dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik dan
data yuridis objek tanah yang didaftarkan. Contoh perubahan data fisik dan ata
yuridis yaitu karena jual beli, hibah, perpanjangan jangka waktu, pemecahan
atau pemisahan dan penggabungan bidang tanah.
1.2
Pembebasan dan
Pencabutan Hak atas Tanah.
1.2.1
Pembebasan Hak atas Tanah.
Pengertian tentang
Pembebasan Hak Tanah didefinsikan oleh Departemen Dalam Negeri yang tercantum
dalam Pasal 1 (1) PMDN No.15 Tahun 1975 sebagai berikut:
“ pembebasan tanah
ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak/ penguasa
tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.”
Definisi yang lebih
lengkap diberikan oleh Gubernur DKI Jakarta dalam surat keputusan No.
Da/11/3/11/1972 sebagai berikut:
“ bahwa yang dimaksud
dengan pebebasan tanah ialah pembelian, pelepasan hak, pemberian ganti rugi,
dan atau dengan nama apapun atas tanah beserta benda benda yang ada di atasnya
dengan maksud dipergunakan serta dimohon suatu hak.
Apabiala pemerintah
atau badan swasta yang bekerja untuk kepentingan pemerintah, membutuhkan tanah
dari rakyat, artinya tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh rakyat atau milik
persekutuan adat, guna kepentingan umum yang dimaksud dengan kepentingan umum
di sini adalah seperti yang tercantum dalam Intruksi Presiden RI No. 9tahun
1973 tentang pedomaan-pedoman Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan
benda benda yang ada diatasnya sebagai berikut Pasal 1(1):
Suatu kegiatan daam
rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum apabila
kegiaatan tersebut menyangkut:
a)
Kepentingan
bangsa dan negara dan / atau
b)
Kepentingan
masyarakat luas dan atau
c)
Kepentingan
rakyat banyak dan atau
d)
Kepentingan
pembangunan
Pasal 1(2) bentuk-bentuk kegiatan pembangunan
kepentingan musim sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini meiputi
bidng-bidang.
(a)
Pertanahan, (b) Pekerjaan
umum,(c) Perlengkapan umum, (d) Perlengkapan umum, (e) keagamaan, (f) Karena
ilmu penetahuan dan seni budaya, (g) Ksehatan, (h) Olah raga, (i) Keselamatan
umum terhadap bencana alam,(j) Kesejahteraan sosial,(k) Makam/kuburan, (l) Pariwisata
dan rekreasi, (m) Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi keejahteraan umum.[6]
1.2.2
Pencabutan Hak
atas Tanah.
Pencabutan hak tanah
ini adalah sebagai tindakan lanjut dalam hal usaha pemerintahan untuk
memperoleh tanah dari rakyat melaalui pembebasan tanah(musyawarah) tidak
berhasil. Dasar hukum untuk melakukan pencabutan hak ini adalah pasal 18 UUPA
No. 5/1960 jis Undang-Undang No. 20/1961 tantang pencabutan hak hak atas tanah
dan benda benda yang ada di atasnya, dengn beberapa aturan organiknya yang
dikeluarkan oleh menteri pertama tanggal 30 Desember 1961 No. 3391/61, tentang
Panitia Tetap Penaksiran Setepat dan seterusnya.
Pencabutan hak adalah
suatu perbuatan hukum yang bersifat sebelah pihak, dilakukan oleh pemerintah
dalam lapangan agraria, ditunjukan kepada pemegang hak berdasarkan kekuasaan
yang khusus. Sedangkan pencabutan ini semata- mata karena kehendak pemerintah
tanpa musyawarah atau tanpa kompromi dengan pemegang hak yang membawa akibat
hapusnya hak tersebut tanpa adanya kesalahan dari pemegang hak dan sebagai
imbalanya diberikan ganti kerugian yang layak(
pasal 18 UUPA No. 5/1960).
Mengenai tujuan dari
pencabutan hak ini adalah untuk memperoleh tanah dari rakyat secara paksa,
karena melalui musyawarah telah mengalami jalan buntu.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendaftaran tanah memiki tujuan untuk melindungi pemilik
tanah dan juga untuk mengeahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa
haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan. Sistem pendaftaran tanah di
Indonesia didasarkan kepada Sistem Negatif yakni sebuah sistem dimana hak atas
tanah itu mutlak dimana artinya seseorng bisa menuntut hak tanah milik orang
lain dengan menunjukkan bukti-bukti. peraturan pelakanan pendaftaran tanah
terdapat pada UUPA ( undang-undang Nomor 5 tahun 1960) pada tanggal 24
september 1960 dan diperjelas oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 pasal
19 ayat (1) lalu ada revisi atau di perbaiki dengan Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997.
pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang
semula terdapat diantara pemegang hak/ penguasa tanahnya dengan cara memberikan
ganti rugi sedangkan Pencabutan hak
tanah ini adalah sebagai tindakan lanjut dalam hal usaha pemerintahan untuk
memperoleh tanah dari rakyat melaalui pembebasan tanah(musyawarah) tidak
berhasil.
DAFTAR
PUSTAKA
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan
Landreform di Indonesia dan Permasalahanya,( Medan: FH USU Press, 2000)
Yamin Lubis dan Abd.
Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah,(Bandung: CV. Mandar Maju 2008)
Imam Soetiknjo,proses
terjadinya UUPA,(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987),
[1]
Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Prespektif, cet 3( Bandung : Remaja
karya 1988) hal 49
[2]
AP. Parlindungan, pendaftaran Tanah di Indonesia, ( Bandung: mandar
maju, 1994) hal 13
[3]
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan
Permasalahanya,( Medan: FH USU Press, 2000) hal 132
[4]
Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Prespektif, cet 3( Bandung : Remaja
karya 1988) hal 50
[5]
Imam Soetiknjo,proses terjadinya UUPA,(Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1987), hal 106
[6]
[6]
Bachsan Mustafa, Op, cit hal 64-65
Komentar
Posting Komentar