“PENGADILAN ADMINISTRSI PAJAK DAN PENGADILAN PAJAK”


“PENGADILAN ADMINISTRSI PAJAK DAN PENGADILAN PAJAK”


Pengadilan pajak adalah karena adanya sengketa, atau beda pendapat dan tafsir baik atas pemahaman, penerapan maupun akibat dari suatu penerapan ketentuan perpajakan.[1] Hubungan hukum antara fiskus dengan pemerintah adalah hubungan perikatan yang lahir karena Undang-undang. Sebagaimana diketahui dalam doktrin, bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Karena karakteristik hubungan hukumnya adalah hubungan yang lahir karena Undang-undang, maka tidak diperlukan kesepakatan atau persesuaian kehendak atau pendapat antara pembayar pajak dan Pemerintah.
Hubungan hukum antara pihak Pemerintah dengan pembayar pajak menempatkan para pihak tidak dalam kedudukan sederajat. Pemerintah (fiskus) memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan lebih kuat dibandingkan dengan pembayar pajak.[2] Namun demikian, hukum harus berfungsi sebagai alat penjaga keseimbangan dan keharmonisan (balancing). Fungsi hukum dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara kepentingan negara/ kepentingan umum dan kepentingan perorangan.[3]

  1. Peradilan Administrasi Pajak.
Peradilan Administrasi Pajak yaitu menyelesaian semua macam dan semua bentuk perselisihan mengenai pajak-pajak. Dan sebagaimana diketahui bahwa peradilan Administrasi dapat dibagi 2 yakni:
1.      Peradilan Administrasi Murni.
2.      Peradilan Administrasi tidak Murni.
Peradilan Administrasi Murni adalah peradilan Administrasi yang didalamnya terdiri dari tiga pihak yakni kedua pihak dan badan hukum atau pejabat yang mengadili. Badan atau pejabat yang mengadili merupakan Badan atau pejabat “tertentu” dan “terpisah. Arti tertentu disini adalah suatu Badan atau pejabat telah ditentukan oleh UU atau oleh peraturan. Sedangkan terpisah memiliki arti bahawa suatu badan atau pejabat yang melaksanakan peradilan tidak merupakan bagian dari salah satu pihak.[4]
Peradilan Administrasi tidak Murni adalah peradilan yang hanya melibatkan dua pihak yakni Wajib pajak dan fikus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fikus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan yang bersengketa dalam perselisihan pajak yang bersangkutan.
Contoh peradilan administrasi tidak murni dapat dilihat dalam mengajukan keberatan yang diatur dalam pasal 25 dan 26 Undang-Undang No 6 Tahun 1983. Wajib pajak mengajukan keberatan karena adanya perselisihanmengenai jumlah utang pajak.
1.      Terhadap surat keberatan yang masuk harus diambil keputuasan.
2.      Pihak yang mengambil keputusan adalah aparatur pajak (dirjen pajak, kanwil pajak , kepala kantor pelayanan pajak dll).[5]

  1. Pengadilan  Pajak
Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak.[6]
Pajak termasuk Hukum Publik dan ini adalah bagian dari tata tertib hukum yang mengatur hubungan Hukum antara Penguasa dengan Rakyat/warganya mengenai hak dan kewajiban.
Hukum pajak dengan hubunganya dengan Hukum Pidana (KUHAP) dapat dilihat dalam pasal 103 KUP pidana yang berbunyi:
“ketentuan dari delapan bab yang pertama dari buku dari buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan-peraturan, kecuali kalau ada Undang-Undang atau ordonansi menentukan peraturan lain.
Ancaman pidana terhadap tindak pidana pajak dapat dilihat  dala UU Nomor 6 tahun 1983 tentang ketentun umum dan tata perpajakan pada pasal 38, 39, 40, dan 41. Tindak pidana dibidang pajak dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a.       Pelanggaran (Pasal 38) :
Barang siapa karena kealpaanya:
1.      Tidak menyampaikan pemberitahuan atau
2.      Menyampaikan surat pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melmpirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat enimbulkan kerugin pada pendapatan negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Dan ini bukan termasuk  pelanggaran administrasi melainkan tindak pidana. Kealpaan ini yang dimaksud adalah tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibanya.
b.      Kejahatan (pasal 39) :
1.      Barang siapa dengan sengaja:
a.       Tidak mendaftarkan diri, atau menyalah gunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP.
b.      Tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau,
c.       Menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak lengkap
d.      Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen palsu
e.       Tidak menyelengggarakan pembukuan atau pencatatan
f.       Tidak menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut.[7]
Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena kealpaan atau kehilangan seperti kerana kealpaan tidak menyapaikan surat pemberitahuan (SPT) atau sudah mengisi SPT akan tetapi karena kealpaan sehingga isinya tidak benar atau tidak lengkap.
Sanksi yang diancam terhadap pelanggaran dibidang pajak lebih ringan daripada kejahatan. Untuk pelanggaran yang disebut di atas dikenakan sanksi pidana kurung paling lama 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang terutang.
Kejahatan pajak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib pajak tahu bahwa perbuatanya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-Undang tetapi tetap dilakukan dengan maksud supaya membayar pajak lebih ringan, untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara.
Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam hukum pajak ialah:
  1. Dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu.
  2. Dengan sengaaja menyampaikan surat pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa surat pemberitahuan harus dikembalikan pada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan setelah diisi sebagai mana mestinya dan ditandatangani.
  3. Dengan sengaja menyampaika surat pemberitahuan dengan mengisi secara tidak benar atau tidak lengkap, dengan maksud mendapatkan keuntungan dari itu.
  4. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau dipalsukan dan dengan perbuatan itu melabui petugas pajak.
  5. Dengan sengaja tidak memperlihatkan dan atau tidak mau meminjamkan pembukuan, catatan atau dokumen yang diperlukan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah pajak yang terutang sebenarnya.
  6. Dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang atau badan yang di tunjuk oleh Undang-Undang, seperti ketentuan pasal 21, 22, 23, dan 26 Undang-Undang PPh 1984.[8]
  1.  SANKSI PAJAK
Sebagai suatu hukum publik, hukum pajak emuat ketentuan tentang sanksi perpajakan baik sanksi yang bersifat administrasi maupun sanksi bersifat pidana. Secara filosofis sanksi diberikan untuk tujuan sebagai huuman , sebagai efek , sebagai pengasingan dari masyarakat. Menurut penulis sanksi pajak diharapkan memberi efek jera atau pengaruh baik kepada wajib pajak.[9]
Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.
Ada 2 macam Sanksi perpajakan:
1.      Sanksi Administrasi 
Sanksi Adninistrasi bisa dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi Asministrasi bunga, denda, kenaikan.
a.   Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah sanksi Administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.[10] Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.
 b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga adalah sanksi Administrasi yang dikenakan  terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.[11] Biasanya sanksi Bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak. 
c.   Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi Administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran  berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.[12] sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan.[13]
2.      Sanksi Pidana
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak (WP), sepanjang menyangkut pelanggaran ketentuan administrasi perpajakan dikenakan sanksi administrasi, sedangkan yang menyangkut pelanggaran yang menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dikenakan sanksi pidana.
  1. Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan 
a. Wajib Pajak
Ø  Setiap orang yang karena kealpaannya :
·         tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
·         menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 
Ø  Setiap orang yang dengan sengaja :
·         tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP); atau
·          tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
·         menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
·         memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
·         tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
·         tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.[14]

  1. Pejabat
Ø  Pejabat melakukan pelanggaran mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat diancam sanksi pidana:
·      Karena kealpaan tidak merahasiakan hal kerahasian wajib pajak, maka dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000
·      Karena sengaja  kealpaan tidak merahasiakan hal kerahasian wajib pajak, maka dipidana kurungan paling lama 1 tahundan denda paling banyak Rp. 50.000.000
Ø  Pegawai yang kelalaianya atau disengaja menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan UU dan pegawai pajak bertindak diluar kewenanganya maka akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Pihak ketiga
Pihak ketiga disini adalah Bank, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Pajak dan Kantor Administrasi. Dan tindak pidanaya sebagai berikut:
·         Barang siapa tidak memberikan keterangan dengan benar atau bukti bukti yang benar maka dipidana kurungan paling lama 1 tahundan denda paling banyak Rp. 25.000.000 (pasal 41 A UU No. 28 tahun 2007.
·         Barang siapa yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan pidana perpajakan, dipidana dengan pidana paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 75.000.000. ( pasal 41 B UU No. 28 tahun 2007.
Sedangkan untuk instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainya   berlaku tindak pidana sebagai berikut:
·         untuk instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jendral Pajak dipidana dengan pidanakurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 ( 1 miliyar)
·         setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat atau pihak lain memberikan data atau informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jendral Pajak dipidana dengan pidanakurungan paling lama 10 bulan dan denda paling banyak Rp. 800.000.
·         setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi tambahanyang diminta Direktorat Jendral Pajak dalam menghinpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara dipidana karena data dan informasi yang pertama kali diminta tidak mencukupi dikenakan pidana kurung paling lama 10 bulan dan denda paling banyak Rp. 800.000.[15]
     






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Peradilan Administrasi pajak adalah tergolong peradilan administrasi tidak Murni yang mana peradilan yang hanya melibatkan dua pihak yakni Wajib pajak dan fikus tanpa melibatkan pihak ketiga yang independen. Fikus sebagai pihak yang bersengketa sekaligus menjadi pihak yang mengambil keputusan yang bersengketa dalam perselisihan pajak yang bersangkutan.
  2. Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Dimana yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak.
  3. Sanksi pajak terdiri dari : sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi Adninistrasi adalah sanksi yang bisa dijatuhkan apabila wajib pajak melakukan pelanggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam UU KUP dapat berupa sanksi Asministrasi bunga, denda, kenaikan. Sedangkan sanksi pidana adalah pelanggaran yang menyngkut tindak pidana dan menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara. Sanksinya terdiri dari sanksi kurungan, penjara dan denda.







Daftar Pustaka

Drs. Saftri Nurmantu, 2005, Msi, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit
H. Bohari,S. H., MS, 1999, Pengantar Hukum Pajak, cet III, Jakarta: PT.Grafindo Persada
Erly Suandy, 2008, Hukum pajak, Yogyakrta : salemba empat
Siti Kurnia Rahayu, 2010, Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal, cet I  Yogyakarta: Graha Ilmu
Drs.C.S.T. Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil, 1997, Pokok-pokok hukum pajak, jakarta: pustika sinar harapan


[2] Y. Sri Pudyatmoko, Penegakan dan perlindungan hukum di bidang pajak, Salemba empat, Jakarta 2007, hlm.8
[3] Jusuf Anwar, Pasar Modal sebagai sarana pembiayaan dan investasi, (PT Alumni, Bandung, 2005), hal. 33

[4] H. Bohari,S. H., MS, Pengantar Hukum Pajak cet III (Jakarta: PT.Grafindo Persada, 1999) hal 134
[5] Erly Suandy, Hukum pajak, (Yogyakrta : salemba empat, 2008) hal 80
[7] Drs.C.S.T. Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok hukum pajak, (jakarta: pustika sinar harapan 1997) hal 103

[8] H. Bohari,S. H., MS, op.cit  hal 159-161
[9] Drs. Saftri Nurmantu, Msi, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: Granit, 2005) hal 127
[10] Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal, cet I ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010) hal 213
[11] Siti Kurnia Rahayu, loc. cit
[12]Siti Kurnia Rahayu, loc. cit
[15] Thomas Sumarsan, perpajakan Indonesia ( Jakarta: PT. Indeks, 2010) hal 102-103

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aqurius 6 okt 2012

ADR (Alernative Dispute Resolution)

ADR (Alernative Dispute Resolution)